Semenjak kemunculannya secara
nasional di 1997 dengan lagu “Pelangi Semu”, band The Fly seperti tidak
kehabisan masalah. Dianggap terlalu nge-U2,
frustasi dengan industri musik Indonesia hingga ditinggal beberapa anggota
utama, sampai gonta-ganti vokalis.
Setelah gagal secara komersial
dengan album pertama, The Fly akhirnya mampu bangkit dari kubur meskipun hampir
setengah anggota mereka rontok. Disangkal atau tidak, salah satu faktor
kesuksesan The Fly ketika itu ada di warna suara vokalis mereka, B’jah.
Dengan suara syahdu, B’jah
mampu menginterpretasikan lagu dengan baik. Coba saja dengarkan rekaman “Berlalu”
dan “Izinkan” dari The Fly, cukup menjadi bukti shahih bagaimana B’jah mampu meninggalkan
identitas suaranya pada sebuah lagu. Ironisnya Kin Aulia, sang gitaris, justru kerap
merasa tidak puas dengan vokal B’Jah ketika membawakan lagu-lagu The Fly.
Namun kerjasama B’jah dan
anggota The Fly lain harus berakhir pasca album “Keindahan Dunia”, tepatnya
pada 2005. Masalah kedisiplinan dan komunikasi yang memburuk antar mereka diyakini
banyak orang sebagai alasan utama keluarnya B’jah. Meskipun dalam beberapa
wawancara disebutkan bahwa B’jah ingin berkonsentrasi dengan pendidikannya yang
terkatung-katung.
Lepas dari B’Jah, The Fly tetap
ngamen ke mana-mana dengan
vokalis-vokalis catutan. Nama-nama seperti Ariyo Wahab dan Ipang Lazuardi
sempat beberapa kali diplot sebagai vokalis. Sampai pada 2006 akhirnya Firman,
yang jebolan Indonesian Idol II, disepakati sebagai vokalis The Fly.
Sebagai catatan, di era ini,
The Fly memiliki beberapa ide yang cukup unik ketika manggung. Dalam salah satu
acara televisi, mereka tidak hanya memainkan sample suara, namun sample
video berisi gambar dan vokal dari Gian. Permainan live dengan sample ini memberi kesan duet antara
Gian yang live dan Gian di sample.
Gimmick yang diberikan kepada Firman untuk membangun identitasnya
sebagai vokalis The Fly sudah cukup baik. Misalnya saja, tongkrongan Firman disesuaikan
dengan imaji The Fly yang rapi dan kerap berkacamata hitam. Selain itu, untuk menghilangkan
imaji Indonesian Idol yang begitu
melekat, The Fly menyiapkan nama panggung “Gian” yang diambil dari nama KTP-nya
sendiri, Firman Siagian. Mungkin nama Firman akan tetap dipakai kalau bandnya
bernama “The Prophet”. Sayang kerjasama ini hanya bertahan untuk satu album (If
Loving You Is Wrong, I Don’t Want To Be Right) di tahun 2007.
Seakan sejarah berulang,
proses keluarnya sang vokalis ternyata meninggalkan cerita tidak enak. Keinginan
Firman (atau Gian?) untuk bersolo karir dengan musik melayu mendapatkan
resistensi dari anggota The Fly yang lain. Entah karena khawatir The Fly akan
dinomorduakan atau pilihan Firman akan musik melayu dianggap akan menodai “darah
biru” rock n’ roll The Fly, yang jelas kerjasama mereka bubar jalan.
Nampaknya kehilangan vokalis
untuk kedua kalinya cukup memberi trauma pada The Fly. Semenjak keluar pada
pertengahan tahun 2009, Sinar The Fly meredup. Tanda-tanda kehidupan band ini mulai
kembali terdeteksi pada April 2010. Ketika itu, mereka menjadi salah satu
pengisi acara Rolling Stone Release Party bersama Komunal, The Authentics, dan Seringai.
Cuma ada yang janggal ketika itu, The Fly tidak memakai nama The Fly, tapi “Project
The Fly”.
Dari beberapa review gig yang ada
di Internet, penampilan Project The Fly ketika itu tidak mendapat sambutan
antusias dari penonton. (Project) The Fly yang sebelumnya dicap U2 banget, sekarang justru dicap ke-“Muse-Muse”-an.
Penghakiman ini hadir karena Project The Fly menghadirkan vokalis dengan suara
falsetto (yang kemudian diperkenalkan sebagai vokalis The Fly berikutnya). Project
The Fly mendapat kritik seperti band yang limbung dan hilang arah. Musik mereka
terasa mentah sampai-sampai Kin (mungkin) merasa gak percaya diri dan bertanya
ke penonton, “Lagunya agak aneh ya?”
Satu tahun berlalu, paruh
kedua 2010, The Fly mulai aktif di sosial media. Mereka pun mengumumkan rencana
rilis album baru dengan vokalis baru. Ketika ditanya apakah mereka akan memakai
nama “The Fly” atau “Project The Fly”, Kin menjawab, “Namanya tetap The Fly
kok.”
Sempat molor beberapa lama,
akhirnya album baru The Fly keluar di 2011 (A New Beginning From Another
Beginning’s End). Keluarnya album baru ini sekaligus memperkenalkan vokalis
baru mereka, Teddy.
Secara musikalitas, The Fly
jelas berkembang ke arah yang baik. Suara-suara yang mereka hasilkan semakin
rumit, namun di saat yang bersamaan juga indah. Memang nuansa Muse terasa di
beberapa sisi. Tapi ayolah, terinspirasi band lain itu kan sah-sah saja.
Mungkin tidak semua orang bisa
dengan mudah mencerna musik di album ini, namun boleh dibilang inilah album
rekaman The Fly yang paling matang, walaupun tidak semua penggemar mereka
menyukai perubahan yang begitu drastis ini.
Entah kutukan atau apa, pada
pertengahan 2013, The Fly mengumumkan bahwa posisi vokalis mereka tidak lagi
diisi oleh Teddy. Tidak begitu jelas apa yang terjadi di band ini. Setidaknya
semoga mereka berpisah dengan baik-baik, tidak seperti dua vokalis sebelumnya. Ketika
Kin ditanya mengenai apa yang terjadi dengan Teddy, Ia hanya menjawab bahwa
album bersama Teddy hanya sebuah proyek. Ia pun menjanjikan bahwa album
berikutnya akan kembali ke akar musik The Fly. Apakah artinya The Fly tidak
akan terasa Muse lagi? Apakah The Fly akan kembali terasa seperti U2? Tentu idealnya
The Fly akan terdengar seperti The Fly.
Lelah berganti-ganti vokalis
akhirnya band ini mempercayai sang frontman
Kin Aulia untuk memperluas hegemoninya di band. Kini Kin Aulia juga merangkap
sebagai vokalis. Sebuah keputusan yang didukung banyak pihak, bahkan dari Adib
Hidayat, Pimpinan Redaksi Rolling Stone Indonesia.
Pengumuman ini sebenarnya
tidak terlalu mengejutkan. Hit pertama The Fly, Pelangi Semu, pun vokalnya diisi
sepenuhnya oleh Kin. Padahal ketika itu, secara de jure vokalis The Fly adalah B’jah. Pemilihan Pelangi Semu
sebagai lagu yang dibuatkan video klipnya membuat B’jah harus puas dengan hanya
menggoyang-goyangkan badannya saja di video klip tanpa ikut bernyanyi.
Selain di Pelangi Semu, ada
juga beberapa lagu The Fly yang vokalnya diisi oleh Kin seperti di lagu “Cahaya
Kalbu”. Duet mautnya dengan B’jah di lagu Terbang juga melengkapi karakter
vokal B’jah yang bermain di nada-nada rendah.
Kualitas vokal Kin memang
tidak jelek. Dengan suara yang melengking, karakter suaranya memang pas
membawakan lagu-lagu rock. Namun suara Kin sekarang bukan lagi sekedar
pelengkap seperti Richie Sambora di band Bon Jovi yang hanya bernyanyi
sekali-kali dalam sebuah konser. Kin tetap harus membuktikan bahwa dirinya
mampu untuk tampil secara live dengan bernyanyi penuh penghayatan sekaligus
bermain gitar dengan repertoir panjang. Penghayatan menjadi faktor kritis dalam
karir musik The Fly berikutnya, karena penghayatan lagu adalah ciri khas The
Fly selama ini.
1 tanggapan:
jaga cahayamu.....jaga cahayamu......
Posting Komentar