Minggu, Juli 22, 2012

[Review] Taring: Jurus Lama Seringai


Artis: Seringai (Arian13, Ricky Siahaan, Sammy Bramantyo, Khemod)

Lagu:
1. Canis Dirus
2. Dilarang di Bandung
3. Taring
4. Fett, Sang Pemburu
5. Tragedi
6. Serenada Membekukan Api
7. Discotheque
8. Program Party Seringai
9. Lagu Lama
10. Lissoi
11. Infiltrasi
12. Gaza

Di dekat tempat saya tinggal ada satu pedagang nasi, mie, kwetiaw, dan bihun goreng. Meskipun masakannya enak, tapi aneh. Rasa semua masakannya sama. Jadi baik nasi goreng, mie goreng, kwetiaw goreng atau bihun goreng rasanya sama, hanya beda bahan utamanya saja.
Hal yang sama ditawarkan Seringai melalui album terakhirnya, Taring. Agak malas rasanya untuk mengupas masing-masing lagu di album ini karena memang terdengar senada dan seirama. Sebagai sebuah album, Taring gagal memainkan pace bagi pendengarnya. Riff-riff gitar yang sudah sangat kental sebagai ciri khas dan dibalut dengan “paduan suara” di beberapa titik menjadi jurus yang selalu diulang-ulang di hampir semua lagu. Ya, hampir semua lagu kecuali lagu Canis Dirus dan Gaza, itupun lebih karena kedua lagu itu hanya memainkan instrumentalia yang justru menjadi 8 menit 25 detik paling menyegarkan di album ini.
Menggunakan “paduan suara” di beberapa titik lagu sejatinya adalah senjata ampuh yang dapat dijadikan sebagai cue bagi penonton untuk sing along ketika band tampil live. Tapi ketika semua lagu menggunakan senjata yang sama, yang ada justru rasa jenuh di telinga. Apalagi jurus ini pun sudah dipakai di album Seringai sebelumnya. Anti-klimaks dari “penyalahgunaan paduan suara” ini ada di lagu Lissoi. Mendengarkan lagu berbahasa batak yang dinyanyikan secara koor dengan hanya disertai gitar kopong dan kecrekan ini membawa otak saya untuk membayangkan sekumpulan pemuda tanggung pengangguran setengah mabuk yang sedang bernyanyi-nyanyi menghabiskan waktu di pos ronda. Sungguh sebuah aransemen yang amat buruk.
Lalu apakah hal ini membuat album ini menjadi buruk? Jawabannya adalah tergantung. Jika Anda sudah terlanjur menjadi korban gigitan taring dari para serigala militia ini, maka album ini setidaknya akan menemui ekspektasi Anda, meskipun rasanya tidak akan lebih dari itu. Namun bagi mereka yang merasa hidupnya terlalu singkat untuk mendengarkan repetisi yang hanya berganti judul, maka album ini rasanya akan mengakhiri hidupnya pada siklus putaran CD ke-5.
Di awal kemunculannya, Seringai membawa angin baru di industri musik Indonesia. Sepak terjang mereka terus terang mengingatkan saya akan Metallica di awal 90-an (atau akhir 80-an ya?) yang mampu meracik metal yang ear-friendly bagi orang kebanyakan.
Untuk mereka yang baru mengenal Seringai, Taring memang cukup menjanjikan. Tapi untuk mereka yang sudah mengekori kiprah Seringai, album ini berakhir dalam penilaian biasa-biasa saja. Miskinnya inovasi di album Taring membuat Seringai menjadi stagnan sehingga musik mereka menjadi sangat mudah untuk diprediksi.
Tapi terus terang, saya tidak tidak tega juga untuk menyelesaikan review ini tanpa setidaknya sedikit memuji kerja keras pahlawan musik keras Indonesia ini. Kalau boleh ada yang diandalkan dari Taring adalah artwork CD mereka yang amat bagus. Jika musisi ingin pendengarnya tetap membeli karyanya dalam bentuk fisik, bolehlah rasanya mengimitasi usaha Arian13 dalam mengerjakan booklet Taring. Pilihan gambar yang pas, disertai pilihan kombinasi warna font dan latar yang tepat membuat booklet Taring terasa lebih nyaman dibaca dibandingkan dengan booklet album mereka yang sebelumnya, Serigala Militia.
Tidak hanya memperhatikan estetika, konten booklet ini juga tidak hanya berisi ucapan terima kasih, halaman kredit, dan lirik-lirik lagu. Selain tiga konten utama yang sudah biasa kita temui di album musisi-musisi lain itu, kita juga akan disuguhi semacam komentar singkat dari beberapa personil Seringai mengenai masing-masing lagu. Hal yang sama juga sudah mereka lakukan di album sebelumnya. Melalui insight semacam ini kita menjadi tahu latar belakang mengapa sebuah tema diangkat menjadi lagu. Melalui komentar-komentar ini pula kemudian kita (setidaknya Saya) menjadi tahu bahwa, dalam lagu Tragedi, mereka sebal dengan Tifatul Sembiring bukan karena beliau mempercayai adanya korelasi positif antara akhlak buruk dan bencana alam, namun karena Tifatul tidak menggunakan empatinya ketika berkomentar di depan para korban bencana alam. Sesuatu yang rasanya sulit untuk dapat ditangkap dengan hanya membaca lirik lagu saja.
Pilihan tema untuk membangun lirik album Taring kebanyakan masih sama dengan album-album mereka sebelumnya. Tema-tema sosial seperti Lagu Lama dan Serenada Membekukan Api yang mengutarakan ketidaksetujuan mereka akan RUU anti-pornografi (duh, Tifatul lagi kena!) dan tema-tema yang berkaitan dengan skena musik non-arus utama seperti pada lagu Dilarang di Bandung dan Infiltrasi masih mendominasi.
“Pada saat penyusunan album ini, kami sempat berdiskusi tentang topik yang akan diangkat. Seperti apa fenomena sosial yang muncul dalam 5 tahun ke belakang. Ternyata, topik-topik ini sudah kami bahas di album sebelumnya! 5 tahun berlalu, masalahnya masih juga sama. Intoleransi beragama, kekerasan aparat, korupsi, dan lainnya. Ternyata kita stagnan. Rasanya seperti menyanyikan lagu lama yang masih kontekstual hingga saat ini.” – Edy Khemod
Komentar Edy Khemod yang mengantar judul Lagu Lama di dalam booklet menjadi petunjuk bahwa bangsa ini tidak bergerak terlalu jauh dalam lima tahun ke belakang. Ironisnya, Seringai pun ternyata tidak bergerak terlalu banyak dalam lima tahun ini. Bagaimana mungkin mengharapkan perubahan jika masih menggunakan senjata yang sama? Seringai jelas perlu taring baru untuk album ke depan atau nasib mereka akan seperti serigala purba Canis Dirus, punah.

3 tanggapan:

rime mengatakan...

Ngga ngerti musik andergron, kaka...

Saya taunya band ini satu kota sama saya, terus satu tempat nongkrong, tapi ga pernah ketemu, hihihi :P

Rae mengatakan...

mungkin karena mereka nongkrong di WC cowo, dan mbak nongkrongnya di WC cewe. =D

eh, emang seringai band bandung? yah.. antara bandung-jakarta lah. udah gak jelas juga sih domisili masing-masing personilnya. =S

rime mengatakan...

kayanya sih Bandung...

Bandung aja laaaah... *nawar*