Jumat, Februari 19, 2010

Negeri Maling VS Sueurs

Kalau di Januari lalu anda sempat hadir di Goethe Institut Jakarta, kemudian kebetulan ikut menyaksikan rangkaian film di hari terakhir South to South Film Festival 2010, maka mungkin anda masih ingat dengan film yang berjudul "Negeri Maling". Film ini diputar di rally film pendek yang juga memutar "Pemburu Minyak", "Purnama di Pesisir", "Ilha das Flores", dan "Heureux Qui Comme Edouard".

Secara garis besar, "Negeri Maling" menceritakan perjalanan pengemudi truk yang menemukan banyak sekali ketidakjujuran di sepanjang perjalanan dia dan truk yang dibawanya. Sepertinya cukup banyak orang yang mengapresiasi film ini. Salah satu buktinya adalah film ini didaulat sebagai film pembuka di ajang Festival Film Mahasiswa Indonesia tahun 2009 yang lalu.

Sayangnya, ternyata ide film ini sama sekali tidak orisinal. Ketika menonton, saya langsung sadar kalau ceritanya terlalu mirip dengan salah satu film Perancis, Sueurs (di internasional lebih dikenal dengan judul SWEAT).


Mungkin sebenarnya sah-sah saja jika ada dua film yang ceritanya sama saja, bahkan sampai sama plek. James Cameron pun jelas-jelas hanya menulis ulang cerita Pocahontas ke dalam Avatar. Tapi tentu jika ingin nekad mengikuti jejak Cameron, ada syarat yang mendampinginya: film tersebut harus memiliki nilai lebih.


Dari segi cerita, Avatar memang mendompleng ramuan Pocahontas. Akan tetapi, Avatar jelas memiliki banyak nilai lebih. Kombinasi teknologi grafis CGI dan 3D yang dipakai jelas menjadi salah satu pionir di era baru perfilman dunia. Bahkan film ini mungkin bisa disejajarkan dengan "Cupid Angling" yang diklaim sebagai film berwarna pertama di dunia.

Lantas bagaimana dengan "Negeri Maling"? Apa yang membuatnya lebih baik dibandingkan dengan Sueurs? Jawabannya adalah: tidak ada. Sebagai film independen, "Negeri Maling" tetap tampil tipikal dengan gaya pas-pasan. Sayang sekali jika ternyata di tengah keterbatasan teknologi yang bisa diadopsi saat ini, sineas-sineas Indonesia tetap malas untuk menggali ide-ide cerita yang lebih orisinal. Pada akhirnya, judul film ini menjadi satire sendiri untuk keseluruhan film ini, "Negeri Maling".