Sabtu, April 07, 2012

/rif, Salami, Lalu Selesai

Awal tahun 2000, saya menukar Rp 20.000,00 dengan selembar tiket konser. Itulah transaksi pertama saya untuk menonton acara musik. Ketika itu saya masih berangkat sekolah dengan menggunakan celana pendek.  Konser musik tersebut menampilkan line up utama /rif, band Bandung yang beraliran rock. Inilah pertama kalinya saya merasa klik dengan sebuah band.
Sebenarnya album pertama mereka, radja, tidak terlalu impresif untuk saya. Saya justru mulai tertarik dengan mereka ketika mereka mengeluarkan album tematis mereka, Salami. Ada beberapa hal yang membuat saya tertarik dengan /rif ketika itu.
Pertama adalah /rif ketika itu adalah band medioker. Namanya kalah besar dibandingkan Jamrud, Slank, atau Boomerang. Saya yang tidak suka menjadi bagian dari arus utama membutuhkan idola baru dari kalangan medioker. Jatuhlah pilihan saya kepada /rif. 
Hal kedua yang membuat saya suka dengan /rif adalah konsep band. /rif sebagai sebuah band memiliki konsep yang jelas sehingga tampak berkharisma. Sering tampil dengan gaya teatrikal dan gaya pakaian yang unik membuat penampilan mereka memiliki nilai lebih ketimbang ketika mendengarkan rekaman audio mereka saja. Ketika saya menonton konser pertama mereka tersebut, Andy, sang vokalis, naik panggung dengan menggunakan tongkat karena kakinya terkilir. Bukannya menjadi pengganggu, tongkat itu justru dimainkan sebagai bagian dari pertunjukan. 
Ketiga, musik yang asyik. Bagus tidaknya musik memang debatable, karena hal ini berkaitan dengan selera masing-masing orang. Ada yang bilang musik /rif tidak ada kekhasannya sama sekali. Tidak memiliki signature yang membedakan dengan band-band sejenis. Tapi saya menilai musik mereka memiliki rentang genre yang cukup luas meskipun masih tetap konsisten di jalur rock. Hal ini membuat musik mereka tidak mudah untuk dicerna. Namun demikian, justru karena itu saya jadi tidak mudah bosan dengan musik mereka. 
Alasan keempat inilah yang paling membuat saya menetapkan hati kepada mereka, lirik. Di tahun 2000, /rif baru mengeluarkan dua album, yang terakhir adalah Salami (1999). Lirik-lirik yang ada di dalam album ini sangat dalam, serius, dan diksi yang digunakan amat baik. 

Salami
Album Salami, singkatan dari Selamatkan Bumi, sendiri memiliki art work yang ciamik. Sampul album ini didominasi warna hitam polos dengan gambar bola dunia dengan ukuran sangat mini di tengah-tengah serta garis putih yang menghubungkan bola dunia tadi ke bagian atas. Di sudut kanan dan kiri bawah album, tertera nama band dan judul album mereka dalam ukuran yang juga kecil. Gambar ini ternyata memiliki filosofi yang dalam dan amat sesuai dengan judul album mereka, selamatkan bumi.
Repertoir dalam album ini pun sangat memuaskan. Tidak hanya lagu-laguyang dibuatkan video klip saja yang  kualitasnya baik. Selain Si Hebat dan Aku Ingin, lagu-lagu seperti Jigsaw, Si Hebat, HIV, Roller Coaster, dan #1. Khusus untuk lagu yang terakhir disebutkan, /rif mendaur ulang lagu ini untuk dimasukkan ke dalam album ke-7 mereka. 
Dari semua lagu yang ada di album ini, salah satu lagu yang perlu diapresiasi lebih adalah lagu "Tanah". Sebuah lagu megah yang dibangun melalui intro panjang dan memberi kesan amat kelam. Sebuah lagu kontemplasi akan keadaan bumi yang makin kacau.


Dekadensi minat
Masuk album ketiga (Nikmati Aja), agaknya /rif mencoba bereksperimen lebih jauh. Lihat saja lagu Loe Toe Ye yang musiknya catchy tapi maknanya hambar. Kalaupun ada yang terinspirasi dari lagu ini, mungkin pencapaian yang paling besar dari lagu ini adalah digunakan sebagai nama franchise sebuah salon bencong terkemuka di Indonesia. Beruntung album ini masih memiliki lagu-lagu asyik seperti You Booze You Lose dan After Glow yang masih bisa dipertanggungjawabkan kualitasnya.
Album keempat "... dan dunia pun tersenyum" sama sekali tidak bisa membuat saya tersenyum. Album ini praktis benar-benar tidak punya soul. Walaupun masih ada lagu asyik seperti Dunia, tapi hal itu tidak banyak membantu. Mungkin karena itu juga kemudian untuk album selanjutnya /rif justru memilih istirahat dengan cuma menelurkan album kompilasi terbaik mereka.
Tiga tahun vakum, akhirnya mereka hadir kembali dengan "Pil Malu". Inilah titik nadir mereka. Di mana secara komersial album ini benar-benar gagal dan secara musikalitas pun tidak banyak diapresiasi. Keberanian mereka untuk bermain-main dengan aroma techno ternyata adalah pilihan yang salah.
Terus terang saja, saya sama sekali tidak berminat dengan album Pil Malu. Ini adalah puncak kekecewaan saya atas berubahnya musik /rif.


Paradoks
Imbas dari kegagalan Pil Malu adalah memudarnya kepercayaan Sony Music sebagai produser. Akhirnya /rif kembali ke khittahnya sebagai band rock di album ke-7. Setelah sukses menjajal pasar dengan hanya mendistribusikan album "7" hanya melalui pemesanan langsung, akhirnya /rif melepas albumnya melalui distributor umum.
Album ini cukup baik, walaupun tidak mampu menyamai Salami atau bahkan Radja sekalipun. Mereka kembali banyak mengeksplorasi kekuatan musik mereka sendiri dan berhenti melakukan monkey business dengan suara-suara aneh. Departemen lirik mereka pun membaik. Diksi lagu-lagu di album "7" menjadi kuat kembali.
Lama tidak melihat aksi langsung mereka di panggung, membuat saya cukup terkejut. Sebenarnya sudah dari dulu gaya panggung mereka slenge'an, tapi dulu permainan mereka tetap rapi. Berbeda dengan sekarang yang jadi agak kacau. Terutama di seksi melodic. Permainan gitar Jikun dan Ovy terasa sulit menjadi harmonis. Permainan kacau mereka terlihat seperti orang mabuk yang sedang pentas.
Mabuk? Mungkin saja mereka memang sedang mabuk ketika itu. Bagaimana tidak, untuk album ini, /rif berhasil menggaet Jack Daniels sebagai sponsor mereka. Dari kabar yang beredar, berbotol-botol Jack Daniels kerap hadir di konser mereka. Di salah satu poin rider mereka pun mensyaratkan adanya 6 bir kaleng menjelang /rif naik panggung. Menjadi paradoks tentunya, sebuah band yang punya single dengan judul You Booze You Lose, justru adalah sosok-sosok alkoholik berat. Then based on your single, you are losers, aight?