Selasa, November 06, 2012

Skyfall: Akhir Dari Sebuah Era


James Bond kembali hadir. Di serinya yang ke... mmm.. 20-an ini, Bond nampaknya ingin menerapkan standar baru bagi penerus franchise ini.

Everyone needs a hobby. Whats yours? | Resurrection

Pertanyaan Silva, musuh Bond pada seri kali ini, menjadi semacam pernyataan dari Sam Mendes, sang sutradara, bahwa James bond akan bangkit (dengan wajah baru). Tidak terlalu banyak film action bersekuel yang yahud. Beberapa dari sedikit itu adalah Rambo, Die Hard, dan yang terbaru tentu Bourne. Nama terakhir ini lah yang nampaknya akan menjadi penantang serius bagi sang mata-mata flamboyan. Bahkan sekalipun jika harus mengikutsertakan Bourne Legacy yang ceritanya sangat maksa itu.

Transformasi James Bond

James Bond dengan sejarahnya yang panjang tentu memiliki keunggulan pengalaman dibanding karakter-karakter film action lain. Namun perlahan-lahan, orang, atau setidaknya saya, akan semakin sering membandingkan James Bond dengan Jason Bourne. Apalagi kedua film ini selalu mengangkat isu yang sama, yakni seputar keamanan nasional. Maka mau tidak mau, James Bond harus siap adu head to head dengan Jason Bourne.

Salah satu kekuatan Bond adalah karakternya yang nyaris sempurna. Dikelilingi perempuan-perempuan cantik dan segudang peralatan canggih sudah menjadi rumus di tiap film Bond. Namun demikian, kekuatan ini juga menjadi kelemahan bagi Bond. Terus terang saja, karakter yang terlalu sempurna tidak terlalu menarik untuk dijual di era sekarang.

Maka sesuai dengan siklus daur produk, transformasi karakter maupun cerita James Bond adalah keharusan. Masa transformasi sebenarnya sudah mulai terlihat semenjak Casino Royale di mana karakter Bond, yang diperankan Daniel Craig, digambarkan sebagai sosok yang lebih jantan ketimbang flamboyan. Hal ini juga ditunjukkan dengan semakin dikesampingkannya peran Bond's girl di dalam cerita. Coba bandingkan dengan Octopussy yang dari namanya saja sudah sangat tendensius.

Transformasi gaya James Bond, baik sebagai karakter maupun film, sepertinya dituntaskan pada film ini. Ada dua hal yang dirombak drastis di film ini.

Hal pertama adalah tidak adanya lagi gadget-gadget aneh yang diberikan Q kepada Bond. Bond dipaksa menjadi sebagaimana agen mata-mata pada umumnya ketimbang menjadi Batman. Dalam operasi kali ini, Bond hanya dibekali pistol otomatis dengan pengenal sidik jari dan tracking device. Sudah. Itu saja. Tidak ada yang spesial.

Hal kedua yang juga coba dirombak adalah redefinisi posisi Q dan M yang.. ah sudahlah, untuk yang satu ini lebih baik ditonton langsung saja. Tonton sampai akhir.

Cerita yang nanggung

Siapa ancaman dunia saat ini? Amerika Serikat dengan hegemoninya? Korea Utara dengan nuklirnya? China dengan ekonominya? Apakah masih relevan menganggap entitas negara sebagai ancaman ketika organisasi macam Al-Qaeda, Hizbut Tahrir, atau Ikhwanul Muslimin mampu menunjukkan eksistensinya lintas negara? Dengan segala perkembangan geopolitik dan teknologi saat ini, masih efektifkah agen-agen spionase ala James Bond melakukan dirty job atas nama negara?

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya bisa digali lebih dalam. Sayang, ide cerita yang cukup menarik ini tidak dapat dimaksimalkan menjadi alur cerita yang lebih kompleks. Padahal potensi untuk mengarah ke sana sebenarnya sangat terbuka lebar.

Cerita Skyfall diawali dengan aksi kejar-kejaran Bond dan pencuri harddisc yang berisi data rahasia agen-agen yang sedang menyamar di berbagai organisasi. Aksi ini berujung kegagalan, harddisc jatuh ke tangan musuh, bahkan Bond sempat dianggap gugur dalam tugas. Hilangnya harddisc tersebut berujung pada ancaman bagi agen-agen yang namanya ada di dalam cakram padat tersebut.

Secara politis, posisi M pun menjadi rawan. Kepemimpinan M yang oldskull dinilai sudah tidak cocok lagi dengan kondisi dunia saat ini. Di saat yang sama, M harus menghindar dari kejaran Silva, mantan operatif di bawah pimpinannya yang punya dendam pribadi.

James Bond Skyfall hadir sebagai film action dengan intensitas adegan berantem, yang terus terang saja, agak berlebihan. Penonton tidak ditantang untuk berpikir lebih intelek, padahal film ini menceritakan kehidupan intelejen. Semua disajikan dengan lurus-lurus saja. Untungnya kekurangan ini sifatnya lebih ke arah selera ketimbang kualitas.

Skyfall menuntut James Bond lebih mengeksplorasi kekuatan dari dalam dirinya sendiri. Mungkin ini akhir dari sebuah era, sekaligus awal dari era yang baru. Dengan cerita yang lebih masuk akal dan manusiawi, James Bond dapat melebarkan penggemarnya. Terutama dari kalangan yang selama ini antipati dengan karakter sempurna Bond. Apakah transformasi James Bond akan berhasil? Tentu akan diuji di film-film berikutnya. Namun yang jelas, me too product semacam xXx yang berusaha mengikuti pakem cerita Bond klasik justru gagal di pasaran.

0 tanggapan: