beberapa hari yang lalu iseng-iseng beli film kerjasamanya HBO sama Warner Brothers, judulnya recount. ternyata filmnya bagus juga. gak semua orang bakal suka dengan film ini, tapi kalo yang suka dengan intrik-intrik politik sama lobi-lobi tingkat tinggi, rasanya film ini patut ditonton.
pemain di film ini juga gak sembarangan, aktor utamanya aja Kevin Spacey. pemain-pemain lainnya antara lain adalah Laura Dern, Tom Wilkinson, dan Denis Leary. di film produksi 2008 ini, Jay Roach sebagai sutradara mencoba menuturkan apa yang terjadi pada pemilu amerika serikat di tahun 2000.
yah, film ini tentang bagaimana persaingan George W. Bush dan Al Gore. konflik dimulai ketika Wakil Presiden Al Gore hendak berpidato untuk menyatakan kekalahannya terhadap George W. Bush. namun di detik-detik terakhir sebelum pidato, ternyata tim sukses Gore mengetahui bahwa ada kesalahan perhitungan di wilayah Florida yang menyebabkan hasil perhitungan bisa saja berubah arah. Ron Klain, salah seorang tim sukses Al Gore akhirnya berjuang mati-matian untuk mencari kebenaran mengenai siapa pemenang pemilu yang sebenarnya. Undang-Undang negara bagian yang sudah tidak layak digunakan, kesalahan mesin penghitung (ya, di USA, mereka menghitung suara dengan mesin, bukan secara manual seperti negara kita), perbedaan interpretasi mengenai pasal di dalam Undang-undang, semua itu digunakan oleh kedua pihak (Gore maupun Bush) untuk melancarkan jalannya menuju kursi presiden.
sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, sejarah mencatat bahwa akhirnya Bush yang akhirnya terpilih menjadi presiden. akan tetapi seberapa konstitusionalkah kemenangan Bush? memang Bush selalu unggul dalam setiap perhitungan ulang, namun jalannya perhitungan ulang tersebut tidak selalu didasarkan pada kesepakatan bersama. itulah yang dipaparkan oleh film ini. kita memang sudah tahu seperti apa hasil akhirnya, tapi menonton film ini benar-benar bisa membuat kita lupa dengan kenyataan yang ada dan secara tidak sadar kita menjadi menaruh harapan akan terjadinya perubahan pada hasil akhir.
catatan:
kalau di pemilu Indonesia 2009, saya dibuat kesal dengan KPU, maka setelah menonton film ini saya menjadi bisa agak lebih memaklumi. karena bahkan di Amerika Serikat pun, masalah yang timbul sama-sama saja. Amerika Serikat yang katanya adalah salah satu pionir dalam kehidupan berdemokrasi di dunia pun bisa kalang kabut, apalagi Indonesia yang masih harus banyak belajar. sebagai penutup, rasanya film ini mengajarkan bahwa, Demokrasi kotak suara memang telah gagal.
sebagai hiburan akhir, silahkan mendengarkan lagu satir yang dibuat oleh Armada Racun dengan judul Amerika.
sumber audio: deathrockstar.info
Jumat, Desember 25, 2009
recount: menghitung ulang demokrasi kotak suara
Label: ambisi, film, luar negeri
Dirangkai oleh Rae pada 2:35:00 PM 3 tanggapan
Kamis, Desember 24, 2009
wisuda
mereka yang mantap melangkahkan kakinya di acara wisuda adalah orang-orang hebat. bagaimana tidak, sebagian besar dari mereka tidak memiliki apa-apa untuk hari berikutnya kecuali semangat dan cita-cita. tanpa kejelasan atas sumber penghidupan di hari esok mereka tetap bisa tersenyum bangga, membusungkan dada, lalu melempar topi ke udara.
saya? saya tidak sehebat itu. wisuda adalah sebuah seremoni yang terlalu mewah mengingat masa depan saya yang terlampau kabur. saya merasa lebih nyaman menikmati pikuk manusia dari luar gedung ketimbang menjadi bagian dari acara wisuda tersebut. terlalu beresiko.
itulah pilihan saya. sebuah pilihan yang saya syukuri dan sama sekali tidak saya sesali. =)
Label: ambisi, catatan terbuka, kampus, mimbar terbuka, monolog dua arah, pendidikan
Dirangkai oleh Rae pada 8:46:00 PM 6 tanggapan
Kamis, Desember 17, 2009
sepenggal cerita dari danau LSI
di kampus saya dulu, ada sebuah danau buatan. kita biasa menyebutnya danau LSI, karena letaknya yang bersebelahan dengan Gedung LSI. danau itu menjadi satu ekosistem yang cukup kompleks karena terdiri dari air, rawa, dan daratan. banyak makhluk yang hidup di sana, mulai dari burung kowak malam kelabu, katak, ular, ilalang, sampai ikan. di siang hari, biasanya ada saja satu dua bapak yang mencoba memancing ikan.
setiap hari mungkin ada ratusan lebih orang yang melintasi tepian danau itu. mulai dari mereka yang tergesa-gesa dengan urusannya di rektorat ataupun yang hanya sekedar ingin menumpang akses internet di perpustakaan. dari sekian banyak orang yang lewat itu, rasanya hanya sedikit yang sering memperhatikan keindahan danau ini. di tepi danau ini, dibangun sebuah kantin. tetapi anehnya si pengelola justru menyekat keindahan di luar sana dengan lembaran plastik tebal.
saya sering menikmati indahnya danau ini, sekedar menikmati terpaan angin sejuk di pinggir danau ketika berjalan melintas. sesekali saya juga mengamati kawanan burung yang mengepakkan sayapnya terbang dan mendarat. jika sedang bosan tidak jarang saya berhenti sejenak hanya untuk menikmati lingkaran-lingkaran yang terbentuk dari tetesan pelimbahan di permukaan danau yang bergerak menjauh dari pusatnya.
banyak keindahan yang terlewat dari bidang lihat mereka yang melintas. bukan karena mereka tidak melihat, tapi karena mereka tidak mau melihat.
buat saya, danau LSI adalah sebuah panggung kesenian megah. setiap saat selalu mempertontonkan kemegahan karya Sang Pencipta. sampai saat malam, ketika tirai panggung utama tersingkap dan orkestrasi jangkrik mengawal ratusan bahkan ribuan kunang-kunang memainkan simfoni cahaya. kerlap-kerlip pendaran hijau-kuning tak putus-putusnya mengalir, apalagi jika hujan baru saja singgah. sesekali jika sedang beruntung, satu kunang-kunang terbang mendekat seakan memberi ucapan terima kasih atas kehadiran saya pada malam itu.
seorang penonton lain yang pernah hadir bersama saya pernah memaksa saya untuk mengeluarkan kamera untuk mengabadikan keindahan tersebut. namun saya tak menggubris, hanya tersenyum dan berkata,"tidak semua keindahan harus diabadikan. yang seperti ini, harus dinikmati langsung tanpa perantara."
Label: catatan terbuka, info gak guna, kampus, monolog dua arah
Dirangkai oleh Rae pada 12:17:00 AM 12 tanggapan
Minggu, Desember 13, 2009
the same old richard is back!
it's been a while since my last attendance on their gig. it's more than five years ago at Pekan Raya Jakarta. I remember the night. the night, that made me poke someone there that I don't know and ask, "bang, boleh numpang tidur gak? saya dari bogor nih. udah kemaleman kalo mau balik sekarang." that was freak. yeah, that's one story when I was a young gun, not a rusty revolver like now.
so when i got the information that Pas will play at Taman Mini Indonesia Indah, I think this is something that I couldn't miss. well, not only because I haven't go to any gig in the last few years, but there is some several other reasons:
- it's free! free at all! I just bring my ass there, then enjoy the show. thank you so much for Vespa Antique Club that made this event.
- Taman Mini Indonesia Indah is not too far away from my residence. it just like two and half hour trip by bus or train.
- this is the main reason why i must attending the gig. the drummer for this gig is not Sandy Andarusman, but Mr. Richard Mutter, the former drummer of Pas Band itself. i heard that sandy is on his honeymoon. is it true? ah, just focus to richard mutter.
so this is a reunion concert. if I count it right, this is the third time in the last 2 years, richard sit behind his drum set, again, for Pas Band. He resigned from Pas Band after the Psycho I.D. album. the first reunion was held in Rolling Stone Indonesia Event and the second one was on Jakarta Rock Festival. from what I read on the paper, Richard was giving some influence in those Pas Performance. he's like trigging the bomb that made the gig become much more powerful.
in the first time, I think it just a subjective opinion from peoples that miss Richard so much to play for Pas Band. so I was there, in Taman Mini Indonesia Indah, to prove it by myself.
they start the show at 4.15 PM. well, i'm not really sure about the time precisely. it was pretty crowded and I start bang my head. I lost the repertoir. I don't even remember what was their first song, maybe it was Kembali. I was too excited to release my emotion by sing along, song after song.
off course my major focus was to the only man who almost always sit during the gig. the drummer, richard mutter. he was so awful. he do not lost the way how to blend his beat to lead every song that Pas played. i feel that i was listening to their record when richard still as the drummer. the beat, the power, the style, name it! it's totally perfect! he is one of the best hard rock drummer that indonesia ever had. even when Pas was playing their soft song, the beat is still powerful, but not excessive. Richard got his style.
if i have to choose between richard and sandy, frankly i have to choose richard. well, sandy is okay, not bad. he is good enough, but the problem is Pas's songs need a powerful, a very very powerful drum beat. that is what Sandy doesn't has.
so the gig was closed by a powerful song, Jengah from their 2.0 album. overall, the show brings my memory back to my days when i was young. yeah, I'm not young anymore. i didn't put myself to the mosh-pit like what i always do when i was a high school boy. not only because i was bringing my lady, but i think i don't have any excess power to slam my body anymore. then the show is over. i ended the evening with a blasting memory from the past. hopely it will give me another stock of flush.
Label: catatan terbuka, gaya hidup, indie, musik
Dirangkai oleh Rae pada 11:53:00 PM 2 tanggapan
Kamis, Desember 10, 2009
redefinisi masakan indonesia ala warteg
saya dulu pernah berpikir kalau warung tegal (warteg) mungkin sebenarnya bisa kita harapkan untuk melestarikan pusaka kuliner nusantara. bagaimana tidak, warung nasi dengan penjual dari tegal ini tersebar di pelosok negeri. tetapi pikiran itu buru-buru saya tarik kembali.
warteg punya kecenderungan untuk meredefinisikan masakan-masakan yang sudah ada. pernah makan atau melihat rendang yang ada di warteg? rendangnya sangat tidak rendang. beda sekali dengan rendang yang ada di rumah makan padang. mungkin karena rendang asli padang sudah sangat kesohor, maka muncul istilah "rendang jawa". ini adalah redefinisi masakan yang pertama.
sekali waktu saya pernah makan di warteg yang ada di bandung. ketika saya sedang makan, seorang pembeli lain meminta penjual untuk membungkuskan pesanannya, "mas, tolong gudegnya tiga ribu."
ternyata yang dimaksud gudeg di warteg ini bukanlah sayur khas jogja dengan rasa legit, tapi sayur nangka dengan kuah santan dan bumbu cabai. pedas, bukan manis. nangka dan hanya nangka, tanpa telur atau potongan ayam. ini adalah redefinisi masakan yang kedua.
redefinisi masakan ketiga akan saya buka dengan sebuah gambar berikut.
ini adalah menu yang biasa saya makan waktu sahur pada bulan puasa yang lalu. ayo kita tebak isinya apa saja. yang utama adalah nasi, kemudian ada sambal goreng kentang yang dicitrakan melalui warna kuning genteng di sisi kanan gambar. selain itu kemudian juga ada orek tempe yang terlihat berwarna coklat panjang-panjang yang mendominasi bagian bawah gambar. lantas apa yang berwarna kuning di atas? potongan-potongan itu memang daging, tepat seperti yang anda pikirkan. jika anda kemudian menebak itu adalah gulai, maka tebakan anda sama seperti saya ketika pertama kali melihatnya. tapi ternyata itu bukan gulai. masakan daging dengan warna dominasi kuning (bukan hitam) itu ternyata adalah RAWON.
Label: catatan terbuka, gaya hidup, info gak guna
Dirangkai oleh Rae pada 5:26:00 PM 5 tanggapan
Rabu, Desember 09, 2009
lagu lama menyatukan dua dunia
ruang besar atau kecil, bangunan angker atau berbunga-bunga, patung atau kaligrafi - semuanya kemeriahan panca indera untuk memuliakan Tuhan.
sebenarnya tidak ada masalah dengan dilarangnya menara masjid di Swiss. toh, tanpa menara, ummat Islam masih bisa melaksanakan ibadahnya tanpa mengurangi sedikitpun maknanya. Menara hanyalah perlambang yang tidak esensial - berbeda halnya jika yang dilarang adalah pembangunan masjid atau pemakaian jilbab.
meskipun demikian, jangan salahkan juga jika ummat Islam bereaksi keras terhadap hal yang terlihat sepele ini. permasalahan yang ada bukan keberadaan materialistik dari menara masjid, akan tetapi lebih kepada apa yang mendasari pelarangan ini.
pelarangan menara masjid di swiss diputuskan melalui referendum rakyatnya dengan hasil lebih dari 57% warga swiss menolak pendirian masjid dengan kemenangan di 22 dari 26 propinsi yang ada di swiss. dari sini kita sudah bisa melihat bahwa ada ketakutan rakyat swiss terhadap islam.
jika ditarik lebih lebar, ketakutan akan islam tidak hanya terjadi di swiss, akan tetapi sudah mulai menginfeksi keseluruhan eropa. demonstrasi anti islam garis keras yang berubah menjadi demonstrasi anti islam (saja) di inggris, pelarangan jilbab di sekolah-sekolah umum perancis, pembuatan kartun yang menghina nabi Muhammad SAW di Denmark, dan kontroversi pendirian masjid terbesar se-eropa di jerman telah menjadi pembuka islamophobia sebelum keputusan swiss melarang pembangunan menara masjid.
ketakutan ini sendiri memang bukan tanpa alasan. adanya kelompok islam garis keras yang kerap menebar teror dengan sasaran orang-orang barat (amerika serikat dan eropa) harus kita akui dengan sesadar-sadarnya. maka dari itu mengetahui akar permasalahan menjadi penting, karena dengan demikian kita bisa mendapatkan panduan tepat dalam menentukan solusi yang diambil.
penolakan atas kebijakan yang sangat diskriminatif memang sangat diperlukan. dengan langkah apa hal itu dilakukan, inilah yang harus dipilih dengan cermat. melakukan demonstrasi dengan poster-poster yang provokatif rasanya bukanlah pilihan yang tepat. apalagi jika sampai melakukan perusakan yang ujung-ujungnya hanya menimbulkan rasa tidak nyaman. hal ini sama saja dengan menebalkan anggapan bahwa islam memang agama dengan ummat yang brutal.
komunikasi dunia barat dengan islam yang damai harus lebih sering dijalin. sudah saatnya islam membuka dirinya kepada dunia. mengundang masuk - bukan hanya mempersilahkan, tapi mengundang - siapa saja dengan senyum terindah ke lingkungan kita. izinkanlah mereka satu kesempatan untuk memahami apa yang kita rasakan. memahami bahwa islam sebagai (mungkin) satu-satunya agama yang tidak hanya mengatur urusan akherat saja.
semua pemaparan di atas sebenarnya hanyalah lagu lama yang kembali dimainkan dengan aransemen berbeda. sebuah lagu usang yang mulai membosankan mengenai bagaimana cara menyatukan dua dunia. akan tetapi lagu ini akan terus berkumandang selama paparan ini hanya berhenti sebagai sekadar pendaran layar monitor atau sapuan tinta di atas kertas.
how long must we sing this song? (Sunday, bloody sunday - U2)
Label: agama, luar negeri, mimbar terbuka, monolog dua arah, renungan
Dirangkai oleh Rae pada 11:26:00 PM 1 tanggapan