akhir2 ni kan lagi seru2nya ngomongin sumpah pemuda. nah gue juga mau urun rembug untuk hal ini (karena gue suka menyumpah dan gue masih muda).
tadi siang gue liat tayangan infotainment ttg berbahasa indonesia yang baik dan benar sebagai salah satu unsur dalam sumpah pemuda. di situ ada dibilang ada kontra kepentingan. di satu sisi mencampur2 bahasa indonesia dengan bahasa inggris adalah satu efek yang nggak perlu dipersoalkan karena kita harus siap untuk globalisasi yang mana (bahasa gue kayak pejabat aja...) amat memerlukan bahasa2 yang lebih mengglobal seperti bahasa inggris dan mandarin. jadi kalo misalnya bahasa2 itu kecampur, ya emang itu adalah harga yang harus dibayar untuk globalisasi. liat aja negara malaysia dan singapura yang seperti nggak punya jati diri lagi. tapi liat juga kesiapan mereka untuk mengglobal. mereka jauh lebih siap dari kita.
nah kontranya dateng dari kaum konservatif yang memegang utuh jati diri budaya bangsa ini.mereka bilang, di mana penghargaan kita kepada pahlawan2 kita, pejuang2 terdahulu yang jauh2 dateng dari penjuru negeri ini untuk sekedar mengikrarkan sumpah pemuda di masa yang transportasi dan komunikasinya jauh dari lancar. bangsa yang besar adalah yang memiliki jati diri dan bangga akan jati dirinya. pokoknya isinya tentang pelajaran pmp dan ppkn semua deh.
nah... gue sebagai golongan yang berusaha menjadi berfikir jernih (bukan berarti nggak memihak lho...) menyikapi dengan begini: sebenernya... apa yang dicari pemuda pemudi kita itu di tahun 1928? suatu kesamaan visi dan misi. tujuan jangka panjangnya jelas=kemerdekaan indonesia. nah, sesuai dengan judul blog ini yang mengulang kata2 yang memiliki arti, atau makna, atau esensi yang sama dalam tiga jenis kata (arti, makna, dan esensi), mari kita mengembalikannya ke makna atau esensi yang ingin mereka ambil. tanggal 28 oktober 1928 adalah hari lahirnya sumpah pemuda. itu adalah fakta! tujuan mereka adalah meraih kemerdekaan. itu sudah terlaksana secara de jure. namun secara de facto, bangsa kita masih terjajah. secara kebudayaan dan pemikiran. buat gue sebenernya nggak masalah kalo kita terjajah. yang penting... kita menjadi orang yang baik, arif, dan tidak berbuat hal-hal yang berbau tribalistik. mungkin ini sangat debatable buat didiskusiin. jadi mungkin kita perlu menyatukan lagi visi dan misi kita. apakah visi dan misi 1928 itu (mencapai kemerdekaan yang hakiki!) masih relevan dengan keadaan saat ini? kalo udah nggak, mari kita rubah. kalo iya... kita juga perlu bertanya lagi... apakah cara2 yang ditempuh mereka (berbangsa, bertanah air, dan berbahasa indonesia) masih relevan dengan saat ini? kalo cara mereka itu udah nggak terlalu efektif, ya mari kita rubah...
kita tetep kenang mereka yang punya semangat. kita contoh semangat mereka. namun, dunia ini berubah. kebutuhan kita berubah. dan beberapa hal lainnya juga berubah. yang tadinya tabu tak lagi jadi tabu. seperti pesan yang gue dapet beberapa hari lalu dari seorang pedagang buku bekas tua di pasar senen. dia bilang."aku sedih dengan generasi kalian saat ini. tak ada yang mau mempelajari sejarah bangsa kita. coba tengok perjuangan soekarno, hatta, tan malaka. soedirman, nasoetion. mereka itu orang-orang berani.". namun di saat perpisahan kami (gue ma temen gue), dia bilang dengan senyum dan telunjuknya menunjuk tepat ke arah hidung kami begitu dekat dengan bergantian, dia bilang,"kalian minimal harus bisa satu bahasa asing. itu wajib!". dia sendiri menurut pengakuannya memahami bahasa inggris,jepang, belanda,dan prancis.
yang sudah berlalu untuk diambil hikmahnya.yang ada saat ini berfikir untuk ke depan. kita sebagai makhluk yang berakal dituntut lebih dari sekedar membeo yang sudah-sudah.tapi jadikan pengalaman yang sudah sebagai pelajaran.seperti pengharapan dari pak tua yang hanya memiliki lapak 2x1meter di pasar senen yang merasa dikhianati oleh generasi kita.
Mulai hari ini semua akan berubah!diambil dari raemustarani.blogs.friendster.com pada 29 10 2005
1 tanggapan:
trus "dari sibolga" nya itu ga dijelasin kan
Posting Komentar