sebenernya gue paling males ngeliatin puisi orang yang ditaro di blog. soalnya gue sering nggak ngerti maksud puisi orang itu. tapi entah kenapa, gue koq jadi ikut2an naro puisi di blog ya? kalo nggak percaya liat aja tulisan di bawah ini.
Galur- galur hidup
Tanpa pupuk ia tumbuh cepat.
Entah siapa yang menabur bibitnya di tanah.
Tak sengaja burung yang melemparnya, atau ada seorang tua yang memang menanamnya sedalam sekitar sepuluh sentimeter dari permukaan.
Yang jelas, batangnya kini sudah tumbuh dengan kuat. Kayunya sudah berlapis-lapis. Meski belum setahun ia muncul ke permukaan. Daunnya sudah rimbun, sayang belum berbunga apalagi berbuah.
Apa mungkin ia sudah mempersiapkan segala sesuatunya dari dalam tanah sana? Bekerja tanpa disadari oleh siapapun, bahkan oleh si tuan tanah.
Bekerja diam-diam membesar dari hari ke hari tanpa diketahui oleh siapapun, bahkan oleh si tuan tanah.
Penasaran aku dibuatnya...
Maka kuambil secarik kertas dari buku yang di bagian bawahnya ada tulisan dalam bahasa Inggris, “where there is a will, there is a way”.
Kutempel pada batangnya yang terus bergerak membesar.
Dari saku kemeja biru, kuambil sebilah pensil 2B yang tak lagi runcing.
Kosetan karbon menggesek permukaan batang yang berlapis kertas.
Membentuk sebentuk alur-alur kelabu yang spesifik.
Akhirnya kupulang dengan kertas berbalur arang terlipat empat secara asal. ...
Senin pun tiba, dan bukan kelas yang aku cari pertama di kampus.
Di depan pintu kaca yang besar aku menunggu pukul sembilan.
Ah, rasa-rasanya lambat sekali sambaran impuls listrik tegangan rendah yang mengalir di antara lintasan-lintasan PCB arloji digital di tangan kiriku.
Dan pada waktu yang sudah seharusnya. Pada saat angka sembilan ditemani sebuah titik dua dan dua angka bundar.
Pintu kaca terbuka. Kutunjukkan kartu anggotaku pada petugas yang berjaga di lobi. Aku sudah tahu pasti apa yang kucari. Sebuah buku tua yang isinya adalah seranai tetumbuhan di bumi ini. Kukeluarkan kertas dari saku yang sudah kusimpan dari akhir pekan yang lalu.
Kubandingkan satu per satu dengan galur-galur yang tercetak di halaman-halaman buku itu.
Alphabet A sudah selesai kutelusuri, tak ada yang serupa.
Alphabet B mulai kuteliti satu persatu dengan bantuan cahaya matahari yang semakin meninggi.
Di pertengahan alphabet B aku berhenti. Rasanya lelah. Akhirnya kuputuskan untuk istirahat sejenak.
Kubasuh mukaku sampai ke ujung kaki untuk merasakan suatu sensasi kesegaran.
Aku bertemu dengan Dia yang Maha Baik.
Bercengkerama sesaat, sedikit mengeluh untuk urusan ini-itu.
Juga berterima kasih atas kebaikannya selama ini yang jumlahnya bisa menyebabkan kalkulator Casio berkomentar, “Ma Error”.
Serta permohonan maaf agak mengabaikannya karena kekhilafanku.
Seselesainya, aku kembali ke mejaku. Buku tua dengan lembaran yang sudah menguning itu masih setia menunggu berikut secarik kertas yang semakin lusuh yang diganjal pensil agar tidak terbang dibawa angin.
Aku kembali semangat menelusurinya perlahan-lahan.
Akhirnya alphabet B berganti dengan alphabet C.
Masih dengan standar operasi yang sama aku melakukan perbandingan.
Mataku bolak-balik melirik ke kiri- ke kanan.
Ke kertas- ke buku.
Ke coretan kasar- ke cetakan tinta.
Rasa penasaran pohon apa yang tumbuh begitu cepat itu belum lagi hilang. Malahan penasaran itu makin menggunung.
Dan seperti dugaanku. Setiap pencarian akan membentur suatu penyingkapan.
Identifikasi tumbuhan itu berhasil diungkap.
Masih di seranai berawalan C. Identitas pohon itu terkuak.
Terlihat sebuah gambar yang mengindrakan sejenis pohon yang sama dengan yang kuperhatikan kemarin lusa.
Tidak salah lagi. Inilah pohon yang telah membuatku bertanya- tanya.
Dan nama pohon itu adalah......
Oleh yang bijak ia disebut dengan pohon kehidupan.
(emang yang kayak begini bisa disebut puisi?)
Mulai hari ini semua akan berubah!
diambil dari raemustarani.blogs.friendster.com pada 28 12 2005
0 tanggapan:
Posting Komentar