Selasa, September 15, 2020

Social Justice Warrior Balapan


Lewis Hamilton memenangkan seri Gran Prix F1 di Mugello 13 September 2020. Bukan berita yang mengagetkan. Sudah bertahun-tahun Mercedes mendominasi gelaran F1. Hampir selalu lewat Lewis Hamilton. Yang tidak biasa adalah kaos yang dikenakan Lewis pada saat menerima trofi. Selain berpotensi membuat sponsor kesal karena logo di overall balapannya tertutup, tulisan yang tertera juga sangat tendensius.

Arrest The Cops Who Killed Breonna Taylor

Sementara bagian belakang kaosnya menampakkan gambar Breonna dengan tulisan, "Say her name." Maka tidak heran jika FIA sekarang sedang menginvestigasi apakah Lewis Hamilton melakukan pelanggaran dengan mengenakan kaos tersebut.


Breonna adalah seorang perawat yang ditembak delapan kali oleh polisi di kediamannya pada Maret lalu. Dor dor dor dor dor dor dor dor. Delapan kali. Namanya adalah yang paling sering disebut oleh demonstran Black Lives Matter setelah nama George Floyd.

Musim F1 2020 memang beda dari biasanya. Selain berbagai penyesuaian yang terjadi sebagai imbas dari pandemi Covid-19, Balapan tahun ini juga disusupi agenda pejuang HAM. Motornya siapa lagi kalau bukan Lewis Hamilton.

Mulai dari tagline #WeRaceAsOne, bergantinya desain livery Mercedes dari perak menjadi hitam, sampai seremonial moment of reflection tiap sebelum balapan menjadi hal baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan FIA di ajang F1.

Lewis Hamilton sebagai satu-satunya pembalap berkulit hitam di F1 justru seperti merasa pesan yang disampaikan tak pernah cukup. Terlihat dari bagaimana kecewanya dia ketika beberapa pembalap memilih untuk tidak berlutut pada saat moment of reflection. Padahal semua pembalap mendukung, turut hadir, dan mengenakan kaos hitam berisi pesan anti rasisme.

Kejadian podium di Mugello dapat dibaca sebagai usaha Lewis untuk mendobrak batasan yang selama ini. Langkah yang kemungkinan besar akan berbuah teguran dan denda. Namun bukan berarti resiko tersebut tidak diperhitungkan. 

Agenda Black Lives Matter penting dan universal, tapi memasukkan agenda tersebut ke dalam F1 rasanya terlalu berlebihan. Selain tidak bersentuhan langsung, sebenarnya F1 sendiri punya batasan sendiri yang mengatur penyampaian pandangan politik lewat platform F1.

Tapi FIA ternyata merestui agenda ini. Sama seperti FIFA yang manut-manut saja ketika agenda Black Lives Matter dimasukkan ke dalam pertandingan sepakbola. Padahal sebelumnya, setiap ekspresi politik di lapangan sepakbola hampir pasti akan berakhir dengan kartu kuning. Mungkin karena kasus rasisme sepakbola cukup tinggi, maka agenda Black Lives Matter cukup relevan dengan sepakbola dan bisa dikecualikan. 
Semangat Aktivisme Lewis adalah nilai lebih. Namun, lebih baik jika Lewis melanjutkan kampanyenya di luar ajang balapan. Peningkatan kesadaran publik mestinya bisa dilakukannya lewat jejaring media sosial miliknya. Lagipula sejauh ini tidak ada kasus rasisme atau diskriminasi apapun di F1. Jadi relevansinya dengan F1 agak kurang pas.

Mungkin akan lain ceritanya kalau kasusnya seperti yang diutarakan Dandhy Laksono. Dandhy meminta dukungan dari pembalap-pembalap MotoGP untuk memberi perhatian pada pembangunan sirkuit Mandalika yang terlilit sengketa lahan dengan penduduk lokal. 


Terlepas dari setuju tidaknya kita dengan pandangan politik beliau, namun desakan yang dia minta dari para pembalap MotoGP ini relevan. Sirkuit ini rencananya akan dipakai sebagai salah satu seri MotoGP mulai 2021 nanti. Maka meminta perhatian pembalap MotoGP adalah hal yang lumrah.

Meminta kesadaran para pihak yang berhubungan dengan keberadaan sirkuit ini mestinya tidaklah mengada-ada. Bagaimana para pembalap tersebut merespon isu ini adalah perkara lain. Kemungkinan besar pembalap MotoGP tidak akan menggubris seruan Dandhy. 

Namun kalau misalnya nanti mereka sepakat mengadakan moment of reflection berjilid-jilid tiap mau balapan di sisa seri tahun ini untuk memprotes penyerobotan tanah di Sirkuit Mandalika, maka itu sebenarnya akan jauh lebih relevan daripada moment of reflection di F1 untuk mengkampanyekan Black Lives Matter. Terdengar lebay? Ya seperti itulah rasanya melihat F1 yang penuh agenda para Social Justice Warrior mancanegara. Lebay.

0 tanggapan: