Jumat, Mei 18, 2007

lumpur sidoarjo, menampik topeng bangsa

wess... gimana judul di atas. cukup amit-amit kayaknya yah? satu tahun sudah lumpur panas menyembur di tanah sidoarjo. tapi sampe sekarang belum ada tanda-tanda bahwa nih lumpur bakalan kelar beroperasi. nggak cuma dari mengangkat isi bumi, lumpur lapindo menurut gue juga mengangkat wajah asli bangsa kita. betapa bangsa kita yang dulu digadang-gadangkan sebagai bangsa yang bersahabat, ramah, berbudi pekerti luhur, pun santun rupanya hanya satu sisi dari kubus. sementara sisi yang lain muncul tatkala masalah terjadi seperti yang terjadi di sidoarjo. bangsa kita ternyata juga sangat egois, arogan, dan memaksakan kehendak.



dari satu sisi, sebagian besar dari kita meyakini bahwa kasus lumpur panas yang terjadi seratus persen tanggung jawab dari pt lapindo brantas beserta rekanannya seperti medco energy dan santos. tapi... mereka rupanya ogah bertanggung jawab, malahan mendukung percepatan pengesahan RUU Bencana Alam yang sedang digodok di senayan (Senayannya bukan yang lapangan bola ya...). mereka ingin cuci tangan dari tanggung jawab mereka yang sudah menenggelamkan belasan desa. padahal jelas-jelas keputusan dari pt lapindo untuk menarik rig yang harusnya dipertahankan ketika mulai terjadi semburan. jelas-jelas salah lapindo jua yang tak mengindahkan prosedur pemakaian selimut baja di sepanjang sumur yang mereka buat. betapa mereka sangat ingin lepas dari tanggung jawab.

dari sisi lain, ada sebagian aparatur desa yang menyunat uang bantuan kepada warga yang terkena musibah. menggunting dalam lipatan, memancing di air keruh, bernyanyi di gulita malam, apalah istilah yang mau dipakai. di tengah kemalangan yang tak terdera, masih ada yang berani mengambil keuntungan.

warga memang menjadi korban, tapi kenapa mereka juga ikut-ikutan ngelakuin aksi-aksi non-simpatik? kita paham mereka susah. kita juga paham bahwa kita nggak bakal bisa ngerasain paitnya hidup yang kurang beruntung kayak mereka. tapi jangan jadi nyusahin orang dong. kalo kayak begini kan jadinya SEMOS-SEMOS. Susah liat orang seneng, seneng liat orang susah. ngapain juga jalan raya diblokir-blokir? kenapa juga nuntut-nuntut cash and carry, sementara arti cash and carry pun nggak jelas secara harfiahnya apaan.
cash and carry. harusnya mereka juga ngerti, pemerintah itu gak mungkin ngeluarin duit cair sebanyak itu cuman untuk mereka. bukan karena nggak mampu, tapi lebih karena asas keadilan. di tempat laen masih banyak orang-orang yang lebih kurang beruntung dari mereka. sorry to say, but that is the fact. then face it! mana mungkin orang-orang yang lebih kurang beruntung itu dilangkahin demi mereka yang tadinya udah wealthy enough. kalo emang mau minta ganti rugi, gak usah dateng ke istana lah.. minta aja ke lapindonya langsung. teken terus kantornya. kalo mau bakar, bakar aja!!! (HUSH!!!! gak boleh flaming, rae!!!) afwan.. anne tarik, kalimat terakhir. udah gitu, pake acara mogok makan buat nuntut jatah makan diganti uang makan. makin lama koq tuntutannya makin terkesan dibuat-buat. udah gitu kayak anak kecil aja.. pake acara ngambek kalo nggak diturutin. emang hak mereka untuk nuntut keadilan dan mencari kompensasi. tapi gak usah maksain diri kayak begitu lah.

pemerintah emang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. tapi rakyat pun harus sadar, bahwa adalah tanggung jawab mereka untuk mendapatkan hidup yang lebih baik. nggak bakalan nasib suatu kaum berubah kalo mereka nggak berusaha untuk berubah. dan usaha yang dimaksud tentunya bukan demo-demo, mogok makan, dan hal-hal yang justru memicu konflik horisontal. kita sebagai rakyat harus sadar bahwa pemerintah punya banyak keterbatasan. dan kita pun harus memaklumi kalo pemerintah sekarang belum cukup kompeten untuk ngurusin negara yang panjangnya lebih panjang daripada road trip coast to coast di amerika serikat.

cukup deh nuntut-nuntut, udah saatnya kita tunjukin kita mampu, tanpa
bantuan pemerintah. do it yourself in anarchy way! anarchy is not a jeopardy. anarchy is a well controlled situation without leader, emperor, president, prime minister, or whatever.

1 tanggapan:

korban lapindo mengatakan...

Mas raeArani yang baik,

Bukan bermaksud membela diri, hanya memberi penjelasan kenapa warga korban lumpur melakukan demo2 yg menurut sampean gak simpatik itu.

Kami nutup jalan misalnya, karena hanya dg itu pemerintah mau mendengar apa yang kami tuntut. Tahu dari mana? Ya pemerintah sendiri yg ngajari, karena dg aksi2 'simpatik' saja, nasib kami terus diambangkan. Padahal hidup kami tengah terhenti, mata pencaharian terampas, sementara anak harus sekolah, dan kebutuhan hidup terus bertambah. Kami bukan kelompok yg banyak duit, shg byk tabungan, dan bisa sabar nunggu penyelesaian. Dan skrg setelah dah hampir 2 tahun, ternyata ya masih tetap gak jelas tho.

Kami mogok makan, karena mereka telah mengeksploitasi penderitaan kami. Begini ceritanya. Tiap hari, kami dapat jatah makan 3 kali. Bentuknya berupa nasi bungkus, yang sangat jauh dari layak, seringkali basi, bahkan pernah ada belatungnya. Belum lagi gak ada beda yang dimakan orang dewasa dengan anak bayi atau manula.

Setiap kali makan dianggarkan 5 ribu. Jadi kalo kami keluarga dg 2 orang anak, jatah makan buat kami klo dinominalkan berarti 4 org x 3 makan x 5ribu, berarti 60ribu, per keluarga/hari. Padahal dg uang setengah saja dari anggaran itu, kami orang desa sudah akan bisa makan sekeluarga dg layak.

Kenapa mereka gak mau? Eh, telisik punya telisik, ternyata karena untuk pengadaan nasi bungkus itu dikerjakan oleh PT yang dimiliki istri salah satu pejabat di daerah, lhadalah...
Itulah kenapa kami mogok makan mas, bukan karena nuntut yg aneh2, dibuat2 dan kayak anak kecil seperti yg mas bilang.

Terus kenapa kami ke istana, yah karena kami masih percaya bahwa negara ini, adalah republik. Kami punya presiden, yg seharusnya menjadi pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi. Yang seharusnya membantu dan berpihak pada kami, rakyatnya yang tengah diinjak2 haknya, oleh pemodal. Jadi bukan untuk minta dibayar oleh pemerintah.

Lalu, sampeyan bilang, kenapa gak nuntut Lapindo aja, teken terus kantornya, atau klo perlu bakar aja. Mas, tau nggak, itulah yang sekarang diyakini banyak diantara kami. Ketika kami sudah meminta baik2, mendatangi pemerintah dan wakil rakyat, demo2, nutup2 jalan dan sebagainya ternyata gak mempan, ya sudah tho, gak ada alternatif lain.

Paksa aja, anarkis, bakar, dan bentuk2 lain yg sampeyan sendiri bahkan mungkin tidak nyangka (jgn lupa lho mas, sebagian besar dr kami punya darah bonek dan arek2 suroboyo yg mampu mempermalukan tentara Inggris dan Belanda pas taon 45 itu)

Intine, kami melakukan byk hal yg gak logis dan gak simpatik kyk yg sampeyan bilang, simply ya karena kami ter(di?)paksa untuk pada pilihan itu. Kecuali mgkn kalo ada anak bangsa yang mau peduli, dan membantu dan berdiri bahu membahu dengan kami, menuntut hak kepada perusahaan, dan pemerintah agar lebih tegas berhadapan dengan pemodal, dan berpihak kepada rakyat.

Sebab mas, rakyat Indonesia sebenarnya berkepentingan langsung dengan posisi pemerintah dalam menangani masalah Lapindo. Kalo kasus sedahsyat ini, dg dampak sebesar ini, ternyata tidak mendorong pemerintah utk berpihak kpd rakyat, dan bertindak tegas kepada pemodal, maka masa depan bangsa ini benar2 tidak ada harapan. yakin deh.

Jadi mas raeArani, kapan main ke Pasar Porong:)?


Salam hormat dari Sidoarjo,


korbanlapindo