Senin, Januari 05, 2009

The Prestige: ambisi yang menghancurkan

jangan heran kalo akhir-akhir ini dan beberapa tulisan gue ke depan bakal berkisar soal film. tadinya gue mau bikin blog yang gue khususin untuk rekomendasi film, musik, tempat nongkrong (cem yang biasa nongkrong aja kau ni...), atau apalah. tapi setelah gue pikir-pikir, mending konsentrasi di satu blog ini aja daripada harus memecah crowd. ha ha ha... jadi materi-materi yang udah gue kumpulin buat blog yang yang kemaren bakalan gue obral di sini aja.

gue di sini bukan sebagai resensator (istilah buat orang yang bikin resensi itu apa sih? sementara kita pake istilah resensator ajalah, ok?), jadi gue cuma bakal menarik pelajaran-pelajaran yang cukup menarik dari film ini.

oke, ada satu film spesial yang cukup berkesan di hati gue yang kebetulan gue dapetin dengan harga diskonan di counter film gramedia. judulnya adalah THE PRESTIGE.

film ini menceritakan tentang persaingan dua pesulap muda yang ambisius. saling berusaha ngebongkar trik saingannya. selalu berusaha untuk lebih unggul daripada yang lainnya. dua pesulap ambisius yang saling mengalahkan dan pada akhirnya selalu berakhir pada kekalahan diri mereka sendiri.

kalo lo sering denger ato ngeliat gue ngutip kalimat oscar wilde dari buku dia "the picture of dorian grey" yang bunyinya, "ambition is the last refugee of failure," rasanya film ini juga punya moral yang sama. ambisi yang berlebihan cuman bakal ngebawa kehancuran buat kita.

ada satu kutipan menarik di film ini, "obsessions is young man's game." darah muda, minjem istilah bang roma irama, adalah darah yang paling rentan untuk terjebak dalam obsesi. terpaku pada satu tujuan yang sebenernya cuma bakal ngebuat dia lalai akan hal-hal lain yang sebenernya udah dia milikin dan patut buat disyukuri. obsesi ini yang ngebuat dua pesulap muda lupa bahwa sebenernya mereka udah memiliki lebih dari cukup daripada harus mempertaruhkan lebih banyak hal lagi. dan parahnya lagi, kekalahan dari pertaruhan mereka nggak ngebuat mereka sadar, tapi justru ngebuat mereka makin tenggelam dalam persaingan yang ngebuat mereka semakin banyak kalah sampai mereka bener-bener hampir kehilangan semuanya.

ide cerita film yang diangkat dari novel ini sebenernya biasa aja. tapi, cara bertuturnya bener-bener ngebuat gue tercengang. alur maju mundur, mungkin gak bakal disukain sama beberapa penikmat film yang punya visi bahwa: nonton adalah hiburan, jadi jangan buat kami capek mikir. tapi buat yang suka dengan keindahan bertutur, gue rasa film ini cukup berhasil dengan indah ngerangkai tautan antar kejadian di masa yang udah lewat dan masa yang akan datang.

ending cerita yang fantastis juga ngebuat film ini bener-bener ngebekas di hati gue (halah... lebay...). ending ini bener-bener sebuah the prestige dari film ini yang nerapin filosofi pertunjukan sulap, bahwa harus ada tiga bagian di dalam pertunjukan untuk memukau penonton: the pledge (bagian basa-basi), the turn (ketika sesuatu yang biasa berubah menjadi luar biasa), dan the prestige (akhiran yang membuat orang berdecak kagum)...

0 tanggapan: