Sabtu, Desember 11, 2010

Kedinastian Indonesia



Untuk orang yang tinggal di luar Yogyakarta, mungkin aneh melihat keinginan sebagian masyarakat di sana yang ngotot menjadikan Sri Sultannya sebagai Gubernur langsung tanpa proses pemilihan. Lama tinggal di alam demokrasi membuat saya tidak habis pikir,"Kok masih ada orang yang pikirannya seperti mereka?"

Rasa gasal itu kemudian terkikis ketika saya mengenal lebih baik Sri Sultan Hamengkubuwono X. Sebagai seorang pemimpin, beliau amat perhatian pada rakyat. Besarnya rasa cinta beliau pada rakyatlah yang membuat Ia pun begitu dicintai. Andaikan Sri Sultan bukan orang yang bijak, rasanya rakyat Yogya tidak akan sengotot itu untuk mempertahankannya sebagai Gubernur.

Sikap pemerintah pusat yang "memaksakan" demokrasi berlaku secara merata di Indonesia bukan hal yang salah. Wajar-wajar saja, karena Indonesia memang negara demokrasi. Bahkan konon kabarnya, Indonesia adalah salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.

Namun demikian, mungkin rakyat negara ini belum terlalu siap untuk berdemokrasi. Akar sejarah kita yang terdiri dari ratusan kerajaan agaknya masih terlalu kuat menempel pada cara pikir bangsa ini. Tidak sedikit dari bangsa kita yang masih menyimpan romantisme indahnya sebuah kedinastian. Kejadian di Yogya tadi hanya satu contoh.

Mungkin kita masih ingat bagaimana Soeharto di ujung kekuasaannya pun sebenarnya sudah mulai mempersiapkan suksesor. Di periode terakhir masa pemerintahannya kita melihat nama Siti Hardiyanti Rukmana, yang merupakan anak kandung Soeharto, sebagai menteri sosial. Capable-kah beliau? Yang jelas, program kupon makan gratis, salah satu program andalan Departemen Sosial ketika itu, gagal.

Apakah hanya itu contoh kedinastian di pemerintahan Indonesia? Tentu tidak. Dinasti Soekarno lebih dahsyat lagi. Megawati Soekarnoputri berhasil menjadi presiden perempuan pertama Indonesia sedikit banyak karena mendompleng terbantu oleh kharisma bapaknya. Tidak sedikit pendukung Megawati yang sebenarnya hanya orang yang merindukan kepemimpinan Soekarno. Ketika mereka mengharapkan sosok Soekarno dapat sekali lagi muncul melalui anaknya, ternyata harapan mereka hanya pepesan kosong belaka.

Tidak berhenti sampai di situ. Masih dari Dinasti Soekarno, Megawati agaknya juga mulai mempersiapkan suksesor. Masih ingat menjelang Pemilihan Umum 2009 yang lalu? Ketika calon-calon presiden mulai mempersiapkan calon-calon wakil presidennya, tiba-tiba entah terbawa angin apa, muncul nama Puan Maharani, anak Megawati, di bursa calon wakil presiden. Padahal kalau dipikir-pikir, andil Puan dalam perpolitikan Indonesia ketika itu masih amat minim. Sekarang pun kontribusinya belum bisa dibilang banyak.

Inilah wajah politik Indonesia. Hasil dari dipaksakannya sistem demokrasi ke dalam sebuah bangsa yang sejatinya masih enggan menggunakannya. Tentunya Pemilu 2014 nanti menarik untuk kita tunggu. Apakah dinasti SBY masih akan berlanjut? Entah itu melalui anaknya atau seperti wacana yang dilontarkan Hayono Isman, yaitu melalui Ani Yudhoyono, istri Pak SBY.