Minggu, September 13, 2009

siapa punya kebudayaan?

kalau kita coba ingat-ingat kembali pelajaran PKn, PPKn, atau PMP di jaman SD dulu, mungkin ada beberapa dari kita yang masih ingat syarat berdirinya suatu negara. syarat berdirinya suatu negara ada tiga,
  1. memiliki wilayah,
  2. memiliki penduduk, dan
  3. memiliki pemerintahan yang berdaulat.

dari ketiga syarat tersebut sama sekali tidak ada yang menyinggung soal kebudayaan sebagai syaratnya. sebagaimana yang dikemukakan oleh Mitchell,
kebudayaan adalah suatu perulangan aktivitas manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar dialihkan secara genetikal.
dengan mengambil definisi dari Mitchell tersebut, maka kita bisa mengambil kesimpulan bahwa apapun kebudayaan yang berasal dari wilayah Indonesia yang dilakukan secara terus menerus oleh suatu kelompok manusia di wilayah non-Indonesia dapat dianggap sebagai kebudayaan kelompok manusia tersebut.

menyebalkan yah? tapi masih ada yang lebih menyebalkan. sesuai dengan definisi Mitchell itu juga, apabila kita sebagai bangsa Indonesia tidak lagi melakukan aktivitas budaya kita, maka kita tidak berhak lagi mengakui kebudayaan itu sebagai kebudayaan kita karena kebudayaan tidak sekedar dialihkan secara genetikal.

Sabtu, September 12, 2009

Ramadhan oh Ramadhan

rasanya bulan Ramadhan dari tahun ke tahun semakin kehilangan kesakralannya. banyak acara yang bertema Ramadhan tapi sedikit yang memasukkan esensi Ramadhan itu sendiri ke dalamnya.

kalau dulu acara buka bersama selalu diisi dengan kajian keagamaan, maka saat ini buka bersama banyak yang hanya sekedar makan malam bersama. kalau dulu acara TV menyambut Ramadhan banyak yang bercerita tentang Ramadhan itu sendiri, sekarang acara TV hanya sekedar berganti baju menjadi baju Ramadhan. acara tanya jawab keagamaan di waktu sahur berganti wujud menjadi acara lawak-lawak dan kuis interaktif, yang tidak lebih baik daripada SDSB.

Tudinglah liberalisme dan semangat pluralisme kebablasan yang membebaskan ekspresi setiap insan manusia sehingga bau surga Ramadhan semakin pudar dari tahun ke tahun. salahkan kapitalis yang berusaha menggeser semua manfaat transterestrial menjadi apa saja yang sifatnya material.

akankah Ramadhan di negeri kita akan menjadi seperti natal di negeri menara kembar rubuh? menjadi sebuah budaya, bukan lagi ritual keagamaan. menjadi sebuah momen yang sah-sah saja untuk dirayakan dan dihayati oleh siapa saja? bahkan parahnya lagi, dengan cara bagaimana pun..

Selasa, September 01, 2009

sekali ini, kita bicara soal orisinalitas

walau hanya sekejap, tapi saya berani bilang bahwa saya pernah berkecimpung di dunia kreatif. sebagaimana anak muda lain yang sedang meraba identitasnya, saya memilih untuk nge-band bersama teman-teman sekolah ketika itu. dengan modal suara pas-pasan dan pengetahuan struktur lagu yang jauh dari memadai, saya masih mampu membuat beberapa lagu. ya, beberapa lagu.

lagu-lagu yang selalu dengan bangga saya dendangkan sambil bersusah payah menarikan jemari mengganti kuncian pada frat-frat gitar. tidak peduli ada atau tidak ada yang mendengar, tidak peduli ada atau tidak ada yang mengapresiasi. untuk saya, dengan kemampuan minimal, mampu merangkai lagu sendiri adalah kebanggaan.

dengan gitar ini, lagu-lagu itu biasa saya mainkan.

tak jarang teman berkomentar tentang lagu-lagu saya. tidak terlalu banyak yang mengapresiasi memang. tetapi sering kali komentar mereka seperti ini, "ini lagu siapa sih? kayaknya gue pernah denger." mahfum mereka menanyakan lagu siapa, karena memang lagu-lagu tersebut baru saya perkenalkan ke telinga mereka. tetapi banyak dari mereka yang seperti sudah familiar dengan lagu-lagu saya. seperti berusaha mengingat, tapi kemudian ingatan tersebut tersangkut di salah satu lekukan otak.

rasanya tidak ada orang yang mau disebut plagiat. namun bagaimanapun juga, pengaruh luar akan selalu ada di dalam setiap karya, termasuk karya musik. dengan wawasan musik yang ada, tentunya saya pun secara tidak sadar menjadi "dituntun" ketika membuat lagu. dituntun oleh wawasan saya. saya dituntun intuisi saya untuk membuat progresi yang enak dilangkahkan, saya dituntun oleh intuisi saya untuk merangkai lirik yang megah, dan intuisi saya digerakkan oleh pengetahuan musik yang saya miliki.

karya-karya saya tidak mungkin orisinil. sama seperti karya orang-orang lain juga. dari pee wee gaskins sampai Sebastian Bach, mereka semua pasti memiliki pengaruh dari luar. bisa dipastikan tidak ada yang orisinil.

maka ketika ribut-ribut lagu kebangsaan Malaysia dituduh menjiplak lagu Terang Bulan, saya memilih untuk tidak ambil pusing. ternyata pilihan sikap saya seperti mendapatkan pembenaran. selang beberapa hari kemudian Remy Silado pun memberi klarifikasi bahwa ternyata lagu Terang Bulan pun menyadur lagu perancis. lucu sekaligus ironis.

untuk apa capek-capek menuduh mereka penjiplak? toh sehebat apapun progresi not yang bisa dibuat tetap saja maksimal berpijak pada 7 not yang ada pada tangga nada diatonis. orisinalitas dalam musik sudah hilang sejak awal. orisinalitas di dalam musik sudah habis ketika bunyi pertama terdengar di dunia ini. orisinalitas itu hanya milik Ia, Yang Maha Mencipta.